MEDAN - Kedatangan puluhan prajurit TNI ke Polrestabes Medan yang meminta penangguhan penahanan tersangka pemalsuan surat keterangan lahan berinisial ARH mendapat sorotan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan.
LBH Medan mendesak Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen Mochammad Hasan agar menindak tegas prajurit TNI tersebut.
"LBH meminta Pangdam I/BB untuk menindak tegas anggota tersebut. Sebab penangguhan penahanan hak dari Polri. Itu sudah diatur dalam Pasal 31 KUHAP dan kasus yang ditangani itu menjadi kewenangan dari penyidik," kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra, Minggu (6/8).
Irvan menyayangkan tindakan Mayor Dedi Hasibuan yang mendatangi Polrestabes Medan dengan membawa sekitar 40 prajurit TNI agar penahanan tersangka ARH ditangguhkan.
"Karena seyogyanya tidak ada kewenangan dari Mayor Dedi Hasibuan untuk meminta penangguhan tersangka," ungkapnya.
Irvan juga mengaku heran bahwa Mayor Dedi Hasibuan menjadi penasihat hukum dari tersangka ARH. Sebab ARH merupakan saudara dari Mayor Dedi Hasibuan.
"Kenapa yang datang Mayor, apakah ada dugaan keterlibatan bekingan. Tersangka ini sipil, bagaimana bisa memiliki pengacara dari anggota TNI. Ini enggak masuk diakal. Maka Pangdam I/BB harus berikan penjelasan dan jangan intervensi penanganan kasus ini," ungkapnya.
Menurut Irvan sikap Mayor Dedi Hasibuan yang mendatangi Mapolrestabes Medan dengan membawa puluhan anggota TNI adalah bentuk tidak taat hukum dan menyimpang dari aturan yang berlaku.
"Terlepas dari hal itu, Mayor Dedi Hasibuan mengatakan ada salah satu tersangka selain ARH yang penahanannya ditangguhkan. Jika apa yang disampaikan tersebut benar sudah sepatutnya Kapolrestabes Medan dan Kasat Reskrim Polrestabes Medan diperiksa," urainya.
Sebab, kata Irvan, tidak boleh ada tebang pilih penanganan kasus. Jika memang penyidik Polrestabes Medan melakukan diskriminasi terhadap tersangka, maka Kapolda Sumut harus menindaklanjuti masalah itu.
"Kenapa ada tebang pilih untuk melakukan penahanan. Kalaupun hukum mau ditegakkan maka dua dua harus jalankan tugas dengan benar. Jika memang ada diskriminasi ini juga harus ditindaklanjuti oleh Kapolda Sumut. Polri harus transparan jangan ada tebang pilih penegakan hukum," pungkasnya.
Di sisi lain, setelah kedatangan puluhan anggota TNI tersebut, pada malam harinya, tersangka ARH ternyata penahanannya ditangguhkan. Menurut Irvan, sikap penyidik yang menangguhkan penahanan tersangka setelah didatangi TNI melukai masyarakat.
"Pangdam dan Kapolda harus menindak tegas apabila anggotanya melakukan kesalahan. Ini juga jadi preseden buruk ketika tersangka memang ditangguhkan Polrestabes Medan. Banyak masyarakat menjadi pesakitan dan keluarganya memohon penangguhan tapi tidak bisa dilaksanakan dengan alasan subjektivitas Polri. Tapi ketika Polri didatangi TNI yang dipimpin Mayor TNI dan ternyata bisa keluar ini membuat buruk penegakan hukum di negara kita," tegasnya.
Sementara, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi mengkritik keras puluhan prajurit TNI dari Kodam I/Bukit Barisan yang menyambangi Markas Polrestabes Medan dengan dalih koordinasi penegakan hukum. Hendardi memandang hal tersebut sebagai upaya intervensi.
"Selain koordinasi, Mayor Dedi Hasibuan juga mengaku silaturahmi untuk membantu penegakan hukum meskipun kunjungan itu lebih menyerupai intervensi kinerja penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh Polrestabes Medan," ujar Hendardi melalui keterangan tertulis.
Hendardi menilai cara tersebut akan mendorong normalisasi intimidasi penegakan hukum di banyak sektor. Dalam hal ini ia menyinggung peristiwa sebelumnya saat Puspom Mabes TNI berkunjung ke KPK setelah Kabasarnas RI periode 2021-2023 Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto diumumkan sebagai tersangka.
"Pola penyelesaian semacam ini sudah berulang dalam beberapa kasus dengan konstruksi yang sama seperti di Kupang (19/4/2023) dan Jeneponto (27/4/2023). Semuanya berakhir dengan pernyataan bersama antara perwakilan institusi TNI dan Polri," tutur Hendardi.
"Sinergi dan soliditas artifisial ini lah yang membuat kasus serupa berulang dan tidak pernah diselesaikan dalam kerangka relasi sipil-militer yang sehat dalam negara demokratis dan kepatuhan asas kesamaan di muka hukum dalam kerangka negara hukum," sambungnya.
Ia memandang supremasi TNI dengan keistimewaan peradilan militer merupakan salah satu penyebab permanen normalisasi intervensi penegakan hukum terus terjadi.
Meskipun orang yang bermasalah dengan hukum bukan anggota TNI, tutur Hendardi, tetapi menunjuk TNI sebagai penasihat hukum mengakibatkan intervensi penegakan hukum di Polrestabes Medan bisa terjadi. Di sisi lain, peningkatan profesionalitas dan integritas para penegak hukum juga menuntut perbaikan terus menerus.
Ia meminta Kodam I/Bukit Barisan untuk memeriksa dan memastikan peristiwa serupa tidak berulang.
"Dugaan pelanggaran disiplin prajurit harus diberi sanksi setimpal. Sementara institusi Polri penting melakukan investigasi duduk perkara yang memicu normalisasi intimidasi penegakan hukum ini," tegasnya.
Sementara dalam jangka panjang, menurut Hendardi, pekerjaan rumah saat ini adalah membangun relasi sipil-militer yang sehat khususnya oleh Presiden RI dan DPR RI sebagai institusi pembentuk hukum untuk terus melanjutkan reformasi sektor keamanan dan penegakan hukum dalam desain ketatanegaraan demokratis dan konstitusional.
Sebelumnya, puluhan prajurit TNI mendatangi Polrestabes Medan di Jalan HM Said, Kecamatan Medan Perjuangan pada Sabtu (6/8). Kedatangan mereka untuk mempertanyakan kasus yang menjerat ARH, tersangka pemalsuan surat keterangan lahan di Sumatera Utara.
Saat datang, para prajurit TNI yang mengenakan seragam lengkap dan pakaian preman langsung menemui Kasat Reskrim Polrestabes Kompol Teuku Fathir Mustafa di ruang penyidik lantai dua Gedung Sat Reskrim. Video kedatangan prajurit TNI inipun viral di media sosial.
Dalam video yang beredar, Kompol Teuku Fathir Mustafa tampak terlibat cekcok dengan prajurit TNI bernama Mayor Dedi Hasibuan. Dia juga menjelaskan alasan penahanan ARH.
Namun penjelasannya dipotong oleh prajurit TNI tersebut. Dedi menyatakan terdapat diskriminasi yang dialami ARH. Sebab ada tersangka lainnya dalam kasus itu yang ternyata ditangguhkan penahanannya.
Kodam Bukit Barisan pun sudah angkat bicara. Kapendam I Bukit Barisan Kolonel Inf Riko Siagian menjelaskan kedatangan puluhan anggota TNI tersebut untuk berkoordinasi terkait status penahanan ARH yang tak lain saudara dari Mayor Dedi Hasibuan.
"Mayor Dedi Hasibuan bertindak sebagai Penasihat Hukum ARH yang juga merupakan saudaranya. Jadi, Mayor Dedi dan ARH mereka bersaudara," kata Riko, Minggu.
Kapuspen TNI Laksda TNI Julius Widjojono secara terpisah mengatakan saat ini kasus tersebut masih didalami dan diselesaikan oleh pihak Kodam Bukit Barisan.
"Masih didalami Kodam I BB. Masalah kewilayahan agar selesaikan sesuai ranahnya," kata Julius.